فَاكْسِرْ فِي الابْتِدَا وَفِي بَدْءِ صِلَهْ وَحَيْثُ إِنَّ لِيَمِينٍ مُكْمِلَهْ
Kasrahkanlah (terhadap hamzahnya INNA):
(1) berada di permulaan kalam,
(2) berada di permulaan jumlah shilah (shilah mausul)
(3) sekiranya Inna dipandang sempurna sebagai jawab bagi kata sumpah
(menjadi jawab qosam baik khobarnya ada lam ibtida’ atau tidak).
أَوْ حُكِيَتْ بِالْقَوْلِ أَوْ حَلَّتْ مَحَلَّ حَالٍ كَزُرْتُهُ وَإِنِّي ذُو أَمَلْ
Atau (4) diceritakan dengan qaul (menjadi jumlah mahkiyah dari kata qoul),
atau (5) menempati di tempatnya haal (jumlah inna menjadi haal) seperti:
Zirtu hu wa inniy dzu amal “aku mengunjunginya sebagai orang yg
berharap/punya kebutuhan).
وَكَسَرُوا مِنْ بَعْدِ فِعْلٍ عُلِّقَا بِالَّلاَمِ كَاعْلَمْ إنَّهُ لَذُو تُقَى
Dan (6) mereka mengkasrahkan (hamzah inna) berada setelah fi’il yang
digantungkan dengan lam ibtida’ (sebagian fi’il dari af’aalul quluub yg
menyertai lam ibtida) seperti: I’lam innahuu la dzuu tuqoo “ketahuilah
bahwa dia itu orang yang mempunyai ketakwaan”. Wallohu a'lam. [Santrialit].
CONTOH HAMZAH INNA WAJIB KASRAH:
1. Permulaan kalam (INNA ZAIDAN QOOIMUN)
2. Shilah maushul (JAA-A ALLADZI INNA HU QOOIMUN)
3. Jawab qosam (WALLAAHI INNA ZAIDAN QOOIMUN)
4. Mahkiyah qoul (QOOLA INNA ZAIDAN QOOIMUN)
5. Haal (JAA-A ZAIDUN WA INNA HU QOOIMUN)
6. Setelah fi’il qulub dengan lam taukid (I’LAM INNA ZAIDAN LA QOOIMUN)
- I'rob lafadz " لبيك "